Senin, 23 Maret 2009

PKS Sambangi Warga hingga Pegunungan

Kader-kader PKS serentak mendatangi rumah-rumah warga Jogja dari perkotaan sampai daerah-daerah pedesaan dan pegunungan,

Tanggal 1 Maret merupakan moment penting bagi bangsa Indonesia untuk membuka mata dunia, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia masih tegak berdiri dan terpampang jelas di peta dunia. Saat itu, selama enam jam penuh bangsa Indonesia mampu menunjukkan eksistensinya dengan menduduki kembali Ibukota Jogjakarta yang dikuasai oleh kolonial Belanda. Sebuah perjuangan panjang dan membutuhkan strategi yang matang hingga “Yogya Kembali” ke pangkuan ibu pertiwi.

Semangat inilah yang mengilhami kader-kader PKS di Yogyakarta untuk berjuang serentak mensosialisasikan metode contreng demi mensukseskan pelaksanaan pemilu 2009. Karena berdasarkan data yang dimiliki PKS, hampir 80% warga Jogja belum mengetahui cara mencontreng bahkan partai-partai yang ikut dalam Pemilu 2009. Dengan berbekal contoh surat suara berbagai ukuran, kader-kader PKS mulai jam 09.00 serentak mendatangi rumah-rumah warga Jogja dari perkotaan sampai daerah-daerah pedesaan dan pegunungan, tidak lain untuk mengajarkan masyarakat cara mencontreng dengan benar dan menunjukkan beberapa cara yang salah dalam mencontreng.
I’tikad baik kader PKS Jogja disambut antusias warga yang mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi sebelumnya dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya, mulai dari tanggal pelaksanaan pemilu, solusi jika ada kesalahan contreng dengan coblos, jumlah surat suara, jumlah caleg PKS, cara membuka surat suara, hingga pertanyaan cara pindah TPS bagi pemilih dari luar Jogja. Keseluruhan pertanyaan tersebut dijawab dengan sebagian amunisi yang dibawa kader PKS berupa tiga lembar contoh surat suara pemilu legislative tingkat pusat dan daerah, profil PKS, Profil Caleg PKS dari DPR RI hingga DPRD Tingkat II, lembaran contoh contreng benar dan salah, maupun jawaban secara lisan.
Dari hasil kegiatan Sowan Warga Jogja kader PKS di DIY mendapatkan berbagai temuan diantaranya adalah adanya beberapa kasus money politic dan black campaign. Hal ini dibuktikan dari setiap kali kader PKS silaturahim dari satu rumah hingga ke rumah lainnya dianggap akan memberikan uang saku sebagaimana partai-partai lain yang datang ke rumah warga. Besarnya uang saku yang biasa diterima warga berkisar dari Rp.25.000-Rp.50.000. Bahkan dalam kesempatan tersebut beberapa warga juga menceritakan tentang setiap kali ada pertemuan warga dengan caleg dari partai lain, mereka mendapat uang transport beserta lengkap selebaran yang berisi visi misi partai yang bersangkutan hingga selebaran yang berisi black campaign. Saat ditanya kader PKS tentang mengapa warga tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang bersangkutan, warga beralasan bahwa mereka sendiri merasa butuh uang tersebut, jadi tidak mempermasalahkannya atau melaporkannya.
Bahkan ada warga yang secara sengaja mengikuti beberapa acara temu warga dengan caleg untuk mendapatkan pesangon gratis. Ketika ditanya masalah mengapa warga tidak melaporkan black campaign yang dilakukan salah satu parpol terhadap parpol lain, mereka menjawab bahwa mereka tidak berani karena pasti akan membuat kondisi wilayah menjadi rusuh dan tegang, disebabkan oleh peristiwa pelaporan tersebut pasti banyak warga yang akan dibawa menjadi saksi.
“Salah-salah malah kita yang jadi tahanan,” begitulah komentar seorang warga. Berikut ketika warga ditanya mengenai jadwal kampanye agar mereka mengetahui waktu kapan partai politik bisa dan berhak menyebarkan visi dan misinya sesuai aturan yang berlaku, warga menjawab masa bodoh dengan hal tersebut karena tidak ada urusannya dengan mereka.
Bukti di atas menunjukkan minimnya pengetahuan masyarakat serta rendahnya rasa kepemilikian warga terhadap pemilu 2009 yang menjadi ajang besar dalam menentukan arah dan nasib bangsa Indonesia kedepan, yang sudah seharusnya tidak terjadi lagi mengingat pelaksanaan pemilu tinggal 1 bulan lagi. Sudah tidak wajar lagi berbagai alasan yang dikemukakan jika berputar dari kurangnya sosialisasi atau kurangnya pengamanan terhadap berbagai pihak masyarakat sehingga mereka menjadi acuh bahkan ketakutan, terlebih tergantung dengan budaya masa lalu yang justru membodohi masyarakat. Masa persiapan ini sudah habis karena tinggal 30 hari lagi, sebab, seharusnya mata seluruh aparat keamanan terlebih KPU awas dan segera bertindak dengan berbagai hal yang terjadi hingga di pelosok pedesaan.Dimas Putik Marijoe(153070367)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar