Selasa, 28 April 2009

Bankir Rakyat Sarat Prestasi

'Bankir rakyat', julukan itulah yang disematkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada Rachmad Ali, pendiri sekaligus pemilik BPR Danagung Group. Julukan itu terasa pas karena Rahmad memang benar-benar lahir dari kalangan rakyat jelata. Ia memilih mendirikan BPR demi membantu bisnis riil rakyat kecil seperti pedagang pasar, pengrajin dan pengusaha kecil lainnya. Rahmad mengaku benar-benar memulai usahanya dari nol. Dunia perbankan ia pelajari secara otodidak. “Walaupun saya tidak begitu paham dengan bisnis bank, namun saya yakin bisa,” kata lelaki berbadan tegap yang menyukai renang ini. Setiap kali ia merasa ada sesuatu yang dirasa mampu dan mungkin, ia tidak pernah ragu dan pasti berhasil. Menurut Rahmad, komitmen itu sangatlah penting bagi seorang bankir. Hal itu penting karena dalam mengelola bank, tidaklah sama dengan mengelola perusahaan lain. “Kepercayaan sangat penting karena harus mengelola dana nasabah,” ujarnya penuh keseriusan.

Sejarah mulai berputar dan bergerak cepat. Meski dari bawah, kini ia sukses sebagai seorang pengusaha perbankan. Berangkat dari sukses yang telah berhasil diraih, Rahmad selalu mendorong kepada seluruh karyawannya untuk selalu serius menekuni pekerjaannya. “Apapun yang kau tekuni, kerjakan secara serius, niscaya akan tercapai hasil yang kau inginkan.”

Karena komitmennya dalam membangun ekonomi rakyat kecil dan menengah di Jogja itulah, Rahmad berhak menerima gelar Master of Business Administration (MBA) dan mendapat gelar Doktor Honoris Causa (Dr Hc) dari Lincoln University San Fransisco, California, Amerika Serikat. Saat diwisuda, Rahmad menyampaikan pidato berjudul The History of Danagung Group from 1991 to 1997.

Menyangkut makin banyaknya pengusaha instan, Rachmad Ali berpendapat jika selama itu dijalankan dengan sungguh-sungguh dan penuh keseriusan, pasti tetap akan membuahkan hasil. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa usaha apapun tidak terlepas dari kesulitan. “Pantang menyerah, kerja keras, dan selalu berusaha adalah kuncinya,” kata Rahmad Ali memberi semangat. Baginya, kemerdekaan Indonesia telah diraih dengan jiwa, raga bahkan nyawa oleh para pahlawan. Ia berharap, generasi muda saat ini juga memiliki semangat yang sama dalam mengisi kemerdekaan, salah satunya dengan belajar sungguh-sungguh dan bekerja dengan sunguh-sunguh pula, bukan sebaliknya yang justru menjadi perusak atau sampah negara.

Menyikapi banyaknya koruptor yang ada di negeri ini, ia mengaku prihatin. “Itulah kehebatan wiraswasta. Selain dapat menjauhkan diri dari perbuatan KKN, hidup juga terasa lebih tenang. Tidak dikejar-kejar KPK,” ujarnya dengan ketawa.

Di sela kehidupanya sebagai bankir yang sibuk, Rachmad Ali juga aktif di berbagai organisasi baik akademik dan sosial. Selain itu, waktu untuk keluarga yang minim atau pada malam hari pun dirasa telah cukup. Menurut Rachmad Ali, bentuk kepedulianya pada lingkungan adalah dengan atau ikut membantu usaha kecil dan menengah, mensejahterakan karyawan dan lingkungan, serta berorganisasi. Yang terkini, Rachmad Ali mendirikan pusat kesehatan di Taman Siswa. By: Dimas Putik Marijoe(153070367)

Minggu, 26 April 2009

“PEDAGANG KANTONG PLASTIK, YANG MEMBUAHKAN HASIL”

Rendahnya tingkat pendidikan membuat Pria yang sudah berumur uzur ini susah mencari pekerjaan, akan tetapi ia tak pesimis oleh nasibnya hingga akhirnya ia dapat menyekolahkan anaknya ke 5 anaknya sampai perguruan tinggi.

Warno (82),pedagang kantong plastik bekas di Pasar lor Bringharjo ini sudah 70 tahun berjualan. Di tempat berukuran setengah meter dan di gang yang sangat sempit dan banyak nya lalu lalang orang beraktifitas, pria dengan sapaan “pak no” ini di temani istri nya setiap hari berdagang. Warno memiliki 5 anak . dengan semangat dan banting tulang mencari uang untuk anaknya sekolah. Kerap kali pembeli yang merasa kasihan dengan warno . pembeli memberi uang lebih, “alhamdulilah buat bayaran sekolah anak saya”,ucap warno.
Sejak kecil ia sudah berjualan, dulu ia berjualan karung goni yang di bentuk seperti kantong. Bahan plastik untuk membuat kantong ia dapatkan dari seseorang yang selalu menawarkan pada warno. Pak warno menjual barang daganya Rp 2500-,/ kantong. Keuntungan yang di perolehnya tidak menentu, jika ramai ia bisa mengantongi Rp50.000 sampai Rp100.000. tiap bulan warno mengeluarkan uang sebesar Rp30.000 untuk uang keamanan.
Sesekali anaknya ikut membantu ayahnya berjualan dengan menawarkan keliling pasar dan sepanjang jalan Malioboro. Tahun demi tahun berlalu anak pertamanya lulus sma dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi,anak warno mendapat beasiswa. perjuangan warno tak sia-sia hingga sampai anak nya kuliah, dan ia merasa bangga dan tidak menyangka ia dapat menyekolahkan anaknya sampai sarjana.
Menurut pedagang di samping pak warno berjualan,bu gito (80) yang keeharian nya berjualan barang kuno logam. Sejak umur 10 tahun bu gito jualan dengan warno. Nasib bu gito hampir sama dengan pak warno, daganganya pun tak jarang laris karena bersaing dengan pedagang-pedagang yang baru di samping-sampingnya. Terkadang bu gito dapat untung,”laku saja sudah syukur”ujar bu gito.barang dagangan nya yang turun menurun dari orang tuanya ini sudah tersisih dengan barang antik yang lain.tapi ia salut dengan pakwarno yang semenjak kecil sudah berjualan dengan nya.perjuangan keras nya yang berbuah dapat menyekolahkan anaknya hingga sarjana dan sekarang sudah berkehidupan mapan.

Alvin ardian pratama (153070314)